18 Mei 2009

tonsilitis

KONSEP DASAR
TONSILITIS
Dosen Pengampu : Aris Fitriyani, S.Kep,Ns,MM








DISUSUN OLEH :

Ndari Kusuma
P 10220206026
2 A


POLITEKNIK KESEHATAN
DEPARTEMEN KESEHATAN SEMARANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PURWOKERTO
2008

KONSEP DASAR TONSILITIS

A. Pengertian
1. Tonsilitis adalah suatu penyakit yang dapat sembuh sendiri berlangsung sekitar lima hari dengan disertai disfagia dan demam (Megantara, Imam, 2006).
2. Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridons dan streptococcus pygenes, dapat juga disebabkan oleh virus (Mansjoer, A. 2000).
3. Tonsilitis kronik merupakan hasil dari serangan tonsillitis akut yang berulang.
Tonsil tidak mampu untuk mengalami resolusi lengkap dari suatu serangan akut kripta mempertahankan bahan purulenta dan kelenjar regional tetap membesar akhirnya tonsil memperlihatkan pembesaran permanen dan gambaran karet busa, bentuk jaringan fibrosa, mencegah pelepasan bahan infeksi (Sacharin, R.M. 1993).
4. Tonsilitis adalah radang yang disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok A streptococcus beta hemolitik, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri jenis lain atau oleh infeksi virus (Hembing, 2004).
5. Tonsilitis adalah suatu peradangan pada hasil tonsil (amandel), yang sangat sering ditemukan, terutama pada anak-anak (www.mediastore.com, 2006).
6. Tonsilitis adalah inflamasi dari tonsil yang disebabkan oleh infeksi (www.mediastore.com, 2006).

B. Klasifikasi
Macam-macam tonsillitis menurut Imam Megantara (2006)
1. Tonsillitis akut
Disebabkan oleh streptococcus pada hemoliticus, streptococcus viridians, dan streptococcus piogynes, dapat juga disebabkan oleh virus.
2. Tonsilitis falikularis
Tonsil membengkak dan hiperemis, permukaannya diliputi eksudat diliputi bercak putih yang mengisi kipti tonsil yang disebut detritus.
Detritus ini terdapat leukosit, epitel yang terlepas akibat peradangan dan sisa-sisa makanan yang tersangkut.
3. Tonsilitis Lakunaris
Bila bercak yang berdekatan bersatu dan mengisi lacuna (lekuk-lekuk) permukaan tonsil.
4. Tonsilitis Membranosa (Septis sore Throat)
Bila eksudat yang menutupi permukaan tonsil yang membengkak tersebut menyerupai membrane. Membran ini biasanya mudah diangkat atau dibuang dan berwarna putih kekuning-kuningan.
5. Tonsilitis Kronik
Tonsillitis yang berluang, faktor predisposisi : rangsangan kronik (rokok, makanan) pengaruh cuaca, pengobatan radang akut yang tidak adekuat dan hygiene mulut yang buruk.

C. Etiologi
Menurut Adams George (1999) Tonsilitis bakterialis supuralis akut. paling sering disebabkan oleh streptokokus beta hemolitikus grup A.
1. Pneumococcus
2. Staphilococcus
3. Haemalphilus influenza
4. Kadang streptococcus non hemoliticus atau streptococcus viridens.
Menurut Iskandar N (1993) Bakteri merupakan penyebab pada 50 % kasus.
1. Streptococcus B hemoliticus grup A
2. Streptococcus viridens
3. Streptococcus pyogenes
4. Staphilococcus
5. Pneumococcus
6. Virus
7. Adenovirus
8. ECHO
9. Virus influenza serta herpes
Menurut Medicastore Firman S (2006) Penyebabnya adalah infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus. Tonsil berfungsi membantu menyerang bakteri dan mikroorganisme lainnya sebagai tindakan pencegahan terhadap infeksi. Tonsil bisa dikalahkan oleh bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan meradang, menyebabkan tonsillitis.

D. Patofisiologi
Menurut Iskandar N (1993) yaitu :
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis lakunaris, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakonaris.
Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu (Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengkapan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.










E. Pathway Keperawatan
Droplet Infection
Kuman, Streptoccocus Beta Hemoliticus group A
Rangsangan kronik (rokok, makanan, pengobatan yang tidak adekuat, hygiene mulut yang buruk
Sterpococcus viridians
Sterpococcus pygenes
Staphylococcus
Pneumococcus







Reaksi jaringan
Limfoid Superfisialis
Kerusakan Menelan
Komplikasi : miokarditis, pembesaran kelenjar limfe, submandibula septicemia
Tonsil bengkak dan Hiperemis
Nyeri akut paska Bedah
Tonsilitis membranosa
Tonsilitis Lakunaris
Cemas
Resiko Tinggi Infeksi
Tonsilektomi
Kurang Pengetahuan
Infeksi radang berulang …terus kemana panahnya
Menginfiltrasi lapisan epitel
Lapisan epitel terkikis
Nyeri akut
Pembendungan radang dengan Infiltrasi leukosit polimorfonuklear
Reaksi Sistemik
Tonsilitis Folokularis
Detritus melebar
Detritus berdekatan menjadi satu
Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Hipertermi
Pembentukan Detritus
Menyebar melalui :
Hematogen dan Limfogen





















(Iskandar N, 1993)

F. Manifestasi Kinik
Menurut www.medicastore.com,2006
Gejalanya berupa nyeri tenggorokan (yang semakin parah jika penderita menelan) nyeri seringkali dirasakan ditelinga (karena tenggorokan dan telinga memiliki persyarafan yang sama).
Gejala lain :
1. Demam
2. Tidak enak badan
3. Sakit kepala
4. Muntah
Menurut Mansjoer, A 1999 :
1. Pasien mengeluh ada penghalang di tenggorokan
2. Tenggorokan terasa kering
3. Persarafan bau
4. Pada pemeriksaan tonsil membesar dengan permukaan tidak rata, kriptus membesar dan terisi detritus
5. Tidak nafsu makan
6. Mudah lelah
7. Nyeri abdomen
8. Pucat
9. Letargi
10. Nyeri kepala
11. Disfagia (sakit saat menelan)
12. Mual dan muntah
Gejala pada tonsillitis akut :
1. Rasa gatal / kering di tenggorokan
2. Lesu
3. Nyeri sendi
4. Odinafagia
5. Anoreksia
6. Otalgia
7. Suara serak (bila laring terkena)
8. Tonsil membengkak
Menurut Smelizer, Suzanne, 2000
Gejala yang timbul sakit tenggorokan, demam, ngorok, dan kesulitan menelan.
Menurut Hembing :
1) Dimulai dengan sakit tenggorokan yang ringan hingga menjadi parah, sakit saat menelan, kadang-kadang muntah.
2) Tonsil bengkak, panas, gatal, sakit pada otot dan sendi, nyeri pada seluruh badan, kedinginan, sakit kepala dan sakit pada telinga.
3) Pada tonsilitis dapat mengakibatkan kekambuhan sakit tenggorokan dan keluar nanah pada lekukan tonsil.
G. Pemeriksaan Penunjang menurut Firman S (2006) yaitu :
1) Tes Laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada dalam tubuh pasien merupkan akteri gru A, karena grup ini disertai dengan demam renmatik, glomerulnefritis, dan demam jengkering.
2) Pemeriksaan penunjang
Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.
3) Terapi
Dengan menggunakan antibiotic spectrum lebar dan sulfonamide, antipiretik, dan obat kumur yang mengandung desinfektan.
H. Komplikasi
Komplikasi tonsilitis akut dan kronik menurut Mansjoer, A 1999 :
1. Abses pertonsil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus group A.
2. Otitis media akut
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan gendang telinga.
3. Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam sel-sel mastoid.
4. Laringitis
5. Sinusitis
6. Rhinitis

I. Penatalaksanaan / Pengobatan
Penatalaksanaan tonsilitis secara umum, menurut www.medicastore.com :
a) Jika penyebabnya bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut) selama 10 hari, jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk suntikan.
b) Pengangkatan tonsil (tonsilektomi) dilakukan jika :
1. Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih / tahun.
2. Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2 tahun.
3. Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 3 tahun.
4. Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.
Menurut Mansjoer, A 1999 :
a. Penatalaksanaan tonsilitis akut
1. Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin atau klindomisin.
2. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.
3. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3x negatif.
4. Pemberian antipiretik.
b. Penatalaksanaan tonsilitis kronik
1. Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap.
2. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi konservatif tidak berhasil.
Tonsilektomi menurut Firman S (2006)
a. Perawatan Prabedah
Diberikan sedasi dan premedikasi, selain itu pasien juga harus dipuasakan, membebaskan anak dari infeksi pernafasan bagian atas.
b. Teknik Pembedahan
Anestesi umum selalu diberikan sebelum pembedahan, pasien diposisikan terlentang dengan kepala sedikit direndahkan dan leher dalam keadaan ekstensi mulut ditahan terbuka dengan suatu penutup dan lidah didorong keluar dari jalan. Penyedotan harus dapat diperoleh untuk mencegah inflamasi dari darah. Tonsil diangkat dengan diseksi / quillotine.
Metode apapun yang digunakan penting untuk mengangkat tonsil secara lengkap. Perdarahan dikendalikan dengan menginsersi suatu pak kasa ke dalam ruang post nasal yang harus diangkat setelah pembedahan. Perdarahan yang berlanjut dapat ditangani dengan mengadakan ligasi pembuluh darah pada dasar tonsil.
c. Perawatan Paska-bedah
1. Berbaringg ke samping sampai bangun kemudian posisi mid fowler.
2. Memantau tanda-tanda perdarahan
1) Menelan berulang
2) Muntah darah segar
3) Peningkatan denyut nadi pada saat tidur
3. Diet
1) Memberikan cairan bila muntah telah reda
a) Mendukung posisi untuk menelan potongan makanan yang besar (lebih nyaman dari ada kepingan kecil).
b) Hindari pemakaian sedotan (suction dapat menyebabkan perdarahan).
2) Menawarkan makanan
a) Es crem, crustard dingin, sup krim, dan jus.
b) Refined sereal dan telur setengah matang biasanya lebih dapat dinikmati pada pagi hari setelah perdarahan.
c) Hindari jus jeruk, minuman panas, makanan kasar, atau banyak bumbu selama 1 minggu.
3) Mengatasi ketidaknyamanan pada tenggorokan
a) Menggunakan ice color (kompres es) bila mau
b) Memberikan anakgesik (hindari aspirin)
c) Melaporkan segera tanda-tanda perdarahan.
d) Minum 2-3 liter/hari sampai bau mulut hilang.
4) Mengajari pasien mengenal hal berikut
a) Hindari latihan berlebihan, batuk, bersin, berdahak dan menyisi hidung segera selama 1-2 minggu.
b) Tinja mungkin seperti teh dalam beberapa hari karena darah yang tertelan.
c) Tenggorokan tidak nyaman dapat sedikit bertambah antara hari ke-4 dan ke-8 setelah operasi.







ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN TONSILITIS

A. Pengkajian
Focus pengkajian menurut Firman S (2006) yaitu :
a. Wawancara
1. Kaji adanya riwayat penyakit sebelumnya (tonsillitis)
2. Apakah pengobatan adekuat
3. Kapan gejala itu muncul
4. Apakah mempunyai kebiasaan merokok
5. Bagaimana pola makannya
6. Apakah rutin / rajin membersihkan mulut
b. Pemeriksaan fisik
Data dasar pengkajian (Doengoes, 1999)
1. Intergritas Ego
Gejala : Perasaan takut
Khawatir bila pembedahan mempengaruhi hubungan keluarga, kemampuan kerja, dan keuangan.
Tanda : ansietas, depresi, menolak.
2. Makanan / Cairan
Gejala : Kesulitan menelan
Tanda : Kesulitan menelan, mudah terdesak, inflamasi, kebersihan gigi buruk.
3. Hygiene
Tanda : Kesulitan menelan
4. Nyeri / Keamanan
Tanda : gelisah, perilaku berhati-bati
Gejala : sakit tenggorokan kronis, penyebaran nyeri ke telinga
5. Pernapasan
Gejala : riwayat merokok / mengunyah tembakau, bekerja dengan serbuk kayu, debu.
Hasil pemerisaan fisik secara umum di dapat :
a) Pembesaran tonsil dan hiperemis
b) Letargi
c) Kesulitan menelan
d) Demam
e) Nyeri tenggorokan
f) Kebersihan mulut buruk
c. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan usap tenggorok
Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan sebelum memberikan pengobatan, terutama bila keadaan memungkinkan. Dengan melakukan pemeriksaan ini kita dapat mengetahui kuman penyebab dan obat yang masih sensitif terhadapnya.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
Pre Operasi
1. Kerusakan menelan berhubungan dengan proses inflamasi.
2. Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan jaringan tonsil.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
4. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
5. Cemas berhubungan dengan rasa tidak nyaman

Post Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas jaringan.
2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
3. Kurang pengetahuan tentang diet berhubungan dengan kurang informasi.


C. Intervensi
Pre Operasi
Dx 1 : Kerusakan menelan berhubungan dengan proses inflamasi.
NOC : Perawatan Diri : Makan
Tujuan : Setelah dlakukan tindakan keperawatan terapi menelan selama 3 x24 jam diharapkan tidak ada masalah dalam makan dengan skala 4 sehingga kerusakan menelan dapat diaaasi
Kriteria hasil :
a) Reflek makan
b) Tidak tersedak saat makan
c) Tidak batuk saat menelan
d) Usaha menelan secara normal
e) Menelan dengan nyaman
Skala : 1. Sangat bermasalah
2. Cukup bermasalah
3. Masalah sedang
4. Sedikit bermasalah
5. Tidak ada masalah
NIC : Terapi menelan
Intervensi :
1. Pantau gerakan lidah klien saat menelan
2. Hindari penggunaan sedotan minuman
3. Bantu pasien untuk memposisikan kepala fleksi ke depan untuk menyimpkan menelan.
4. Libatkan keluarga untuk memberikan dukungan dan penenangan pasien selama makan / minum obat.

Dx 2 : Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan jaringan tonsil.
NOC : Kontrol Nyeri
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan manejemen nyeri selama 3 x 24 jam diharapkan tidak ada masalah dalam nyeri dengan skala 4 sehingga nyeri dapat hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
a. Mengenali faktor penyebab.
b. Mengenali serangan nyeri.
c. Tindakan pertolongan non analgetik
d. Mengenali gejala nyeri
e. Melaporkan kontrol nyeri
Skala : 1. Ekstream
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak Ada
NIC : Menejemen Nyeri
Intervensi :
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
2. Ajarkan teknik non farmakologi dengan distraksi / latihan nafas dalam.
3. Berikan analgesik yang sesuai.
4. Observasi reaksi non verbal dari ketidanyamanan.
5. Anjurkan pasien untuk istirahat.

Dx 3: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
NOC : Fluid balance
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan manejemen nutrisi selama 3 x 24 jam diharapkan tidak ada masalah nutrisi dengan skala 4 sehingga ketidak seimbangan nutrisi dapat teratasi
Kriteria hasil :
a. Adanya peningkatan BB sesuai tujuan
b. BB ideal sesuai tinggi badan
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
Skala : 1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang-kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Manajemen nutrisi
1. Berikan makanan yang terpilih
2. Kaji kemampuan klien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
3. Berikan makanan sedikit tapi sering
4. Berikan makanan selagi hangat dan dalam bentuk menarik.

Dx 4: Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
NOC : Termoregulasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan fever treatment selama 3 x 24 jam diharapkan tidak ada masalah dalam suhu tubuh dengan skala 4 sehingga suhu tubuh kembali normal atau turun.
Kriteria hasil :
a. Suhu tubuh dalam rentang normal
b. Suhu kulit dalam batas normal
c. Nadi dan pernafasan dalam batas normal.
Skala : 1. Ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
NIC : Fever Treatment
1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor warna, dan suhu kulit
3. Monitor tekanan darah, nadi, dan pernafasan.
4. Monitor intake dan output
5. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam.

Dx 5: Cemas berhubungan dengan rasa tidak nyaman
NOC : Kontrol Cemas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pengurangan cemas selama 3 x 24 jam diharapkan tidak ada masalah dengan kecemasan dengan skala 4 sehingga rasa cemas dapat hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
a. Ansietas berkurang
b. Monitor intensitas kecemasan
c. Mencari informasi untuk menurunkan kecemasn
d. Memanifestasi perilaku akibat kecemasan tidak ada
Skala : 1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang-kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Pengurangan Cemas
1. Sediakan informasi yang sesungguhnya meliputi diagnosis, treatmen dan prognosis.
2. Tenaggkan anak / pasien.
3. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan. (takhikardi, eskpresi cemas non verbal)
4. Berikan pengobatan untuk menurunkan cemas dengan cara yang tepat.
5. Instruksikan pasien untuk melakukan ternik relaksasi

Post Operasi
Dx 6 : Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas jaringan.
NOC : Level Nyeri
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan manejemen nyeri selama 3 x 24 jam diharapkan tidak ada masalah tentang nyeri dengan skala 4 sehingga nyeri dapat hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
a. Melaporkan nyeri
b. Frekuensi nyeri.
c. Lamanya nyeri
d. Ekspresi wajah terhadap nyeri
Skala : 1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Menejemen Nyeri
Intervensi :
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
2. Ajarkan teknik non farmakologi dengan distraksi / latihan nafas dalam.
3. Berikan analgesik yang sesuai.
4. Observasi reaksi non verbal dari ketidanyamanan.
5. Tingkatkan istirahat pasien.

Dx 7 : Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif.
NOC: Kontrol Infeksi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan kontrol infeksi selama 3 x 24 jam diharapkan tidak ada infeksi dengan skala 4 sehingga resiko infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil:
a. Dapat memonitor faktor resiko
b. Dapat memonitor perilaku individu yang menjadi faktor resiko
c. Mengembangkan keefektifan strategi untuk mengendalikan infeksi.
d. Memodifikasi gaya hidup untuk mengurangi faktor resiko.
Keterangan Skala :
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC: Kontrol Infeksi
a. Ajarkan teknik mencuci tangan dengan benar.
b. Gunakan sabun anti mikroba untuk cuci tangan.
c. Lakukan perawatan aseptik pada semua jalur IV.
d. Lakukan teknik perawatan luka yang tepat.

Dx 8 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang mengenal informasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pengajaran pengobatan selama 3 x 24 jam diharapkan tidak ada masalah dengan kurang pengetahuan dengan skala 4 sehingga pengetahuan pasien dan keluarga dapat bertambah
NOC : Knowledge: Diet
a. Menyebutkan keuntungan dan diet yang
b. Menyebutkan makanan-makanan yang diperbolehkan
c. Menyebutkan makanan-makanan yang dilarang.
Ket: 1 : Tidak mengetahui
2 : Terbatas pengetahuannya
3 : Sedikit mengetahui
4 : Banyak pengetahuannya
5 : Intensif atau mengetahuinya secara kompleks
NIC : Pengajaran Pengobatan
1. Jelaskan kepada anak dan orang tua tentang tujuan obat.
2. Informasikan kepada anak akibat tidak minum obat.
3. Ajarkan anak untuk minum obat sesuai dnegan dosis.
4. Informasikan kepada anak dan keluarga tentang efek samping

D. Evaluasi
Dx 1 : Kerusakan menelan berhubungan dengan proses inflamasi.
a. Reflek makan 4
b. Tidak tersedak saat makan 4
c. Tidak batuk saat menelan 4
d. Usaha menelan secara normal 4
e. Menelan dengan nyaman 4

Dx 2 : Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan jaringan tonsil.
a. Mengenali faktor penyebab. 4
b. Mengenali serangan nyeri. 4
c. Tindakan pertolongan non analgetik 4
d. Mengenali gejala nyeri 4
e. Melaporkan kontrol nyeri 4

Dx 3: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
a. Adanya peningkatan BB sesuai tujuan 4
b. BB ideal sesuai tinggi badan 4
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 4
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi. 4

Dx 4: Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
a. Suhu tubuh dalam rentang normal 4
b. Suhu kulit dalam batas normal 4
c. Nadi dan pernafasan dalam batas normal 4

Dx 5: Cemas berhubungan dengan rasa tidak nyaman
a. Ansietas berkurang 4
b. Monitor intensitas kecemasan 4
c. Mencari informasi untuk menurunkan kecemasn 4
d. Memanifestasi perilaku akibat kecemasan tidak ada 4

Dx 6 : Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas jaringan.
a. Melaporkan nyeri 4
b. Frekuensi nyeri. 4
c. Lamanya nyeri 4
d. Ekspresi wajah terhadap nyeri 4

Dx 7 : Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif.
a. Dapat memonitor faktor resiko 4
b. Dapat memonitor perilaku individu yang menjadi faktor resiko 4
c. Mengembangkan keefektifan strategi untuk mengendalikan infeksi 4
d. Memodifikasi gaya hidup untuk mengurangi faktor resiko 4

Dx 8 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
a. Menyebutkan keuntungan dan diet yang baik 4
b. Menyebutkan makanan-makanan yang diperbolehkan 4
c. Menyebutkan makanan-makanan yang dilarang 4



DAFTAR PUSTAKA

Adams, George L. 1997. BOISE Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta:EGC.
Doengoes, Marilynn D. 1999. Rencana Asuhan Keparawatan. Jakarta:EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:Media Aeus Calpius.
Ngastiyah. 1997. Perawatan anak Sakit. Jakarta:EGC.
Pracy R, dkk.1985. Pelajaran Ringkasan Telinga hidung Tenggorokan. Jakarta:Gramedia.
Price, Silvia.1995.Patofisiologi Konsep Klinis Proses PenyakitJakarta:EGC.
Wilkinson, Judith.2000.Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria hasil NOC Edisi 7.Jakarta:EGC.
http://www.medicastore.com diakses tanggal 12 Juni 2008.
http://fkui.firmansriyono.org.com diakses tanggal 12 Juni 2008.
http://imammegantara.blogspot.com diakses tanggal 12 Juni 2008.


Spasi untuk daftar pustaka 1

omfalokel

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN OMPHALOCHELE ATAU GASTROSCHISIS
Dosen Pengampu : Aris Fitriyani, Skep Ns MM








DISUSUN OLEH :

Retno Setiowati
P 10220206032
2 A


POLITEKNIK KESEHATAN
DEPARTEMEN KESEHATAN SEMARANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PURWOKERTO
2008



KONSEP DASAR OMPHALOCELE

A. Pengertian
Omphalokel pada dasarnya sama dengan gastroschisis.
1. Omphalocele adalah defek (kecacatan) pada dinding anterior abdomen pada dasar dari umbilical cord dengan herniasi dari isi abdomen. Organ-organ yang berherniasi dibungkus oleh peritoneum parietal. Setelah 10 minggu gestasi, amnion dan Wharton Jelly juga membungkus massa hernia (Lelin-Okezone, 2007)
Gambar dari www.med.umich.edu/fdtc/images/art_omphalocele.jpg.
Menunjukkan herniasi isi abdomen yang terbungkus dengan selaput peritoneum.
2. Omphalocele adalah suatu keadaan dimana dinding perut mengandung struktur muskulo aponeuresis yang kompleks. Aponeuresis adalah lembaran jaringan mirip tendon yang lebar serta mengkilap untuk membungkus dan melekatkan otot yang satu dengan yang lainnya dan juga dengan bagian yang digerakkan oleh otot tersebut.
a. Dibagian belakang, struktur ini melekat pada tulang belakang.
b. Disebelah atas, melekat pada iga.
c. Di bagian bawah melekat pada tulang panggul.
Dinding perut ini terdiri dari berbagai lapis, yaitu dari luar ke dalam lapisan kulit yang terdiri dari kutis dan sub cutis, lemak sub cutan dan fasia superfisialis (Fasia scarpa). Kemudian ketiga otot dinding perut, m. oblikus abdominis externus, m. oblikus abdominis internus, m. tranfersus abdominis dan akhirnya lapis preperitoneum. Peritoneum, yaitu fasia tranversalis, lemak peritoneal dan peritoneum. Otot di bagian depan tengah terdiri dari sepasang otot rectus abdominis dengan fasianya yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba (Harnawatiaj, 2008).
3. Gastrochisis adalah suatu herniasi pada isi usus dalan fetus yang terjadi pada salah satu samping umbilical cord. Organ visera posisinya diluar kapasitas abdomen saat lahir. (Linda Sawden, 2002)
4. Omphalocele adalah kondidi bayi waktu dilahirkan perut bagian depannya berlubang dan usus hanya dilapisi selaput yang sangat tipis (dr. Irawan Eko, Spesialis Bedah RSU Kardinah, 2008).
5. Omphalocele berarti muara tali pusat dan dinding perut tidak menyatu sehingga usus keluar (dr. Christoffel SpOG (K) RSUPM, 2008).
6. Omphalocele terjadi saat bayi masih dalam kandungan. Karena gangguan fisiologis pada sang ibu, dinding dan otot-otot perut janin tak terbentuk dengan sempurna. Akibatnya, organ pencernaan seperti usus, hati, tali pusar, serta lainnya tumbuh di luar tubuh. Jenis gastroschisis terjadi seperti omphalocele. Bedanya, posisi tali pusar tetap pada tempatnya.
(,2008 ,dr Redmal Sitorus)

B. Epidemiologi / Insidens
Menurut http://www.google.co.id/search?hl=id=omphalocele (no name) dengan judul Omphalocele, yang diterbitkan Rabu, 2January, 2008 menyatakan bahwa :
Di Amerika Serikat, omphalokel yang kecil terjadi dengan rasio 1 kasus dalam 5.000 kelahiran. Omphalokel yang besar terjadi dengan rasio 1 kasus dalam 10.000 kelahiran. Perbandingan laki-laki dengan perempuan adalah 1:1. Menurut catatan Dinas Kesehatan Bangka Belitung, dalam kurun waktu tiga bulan belakangan ini, setidaknya ada enam kasus kelahiran dengan usus terburai. Padahal, selama ini catatan medis memperlihatkan, angka kejadian kelainan dinding perut adalah sekali dalam tiap 200.000 kelahiran. Perempuan umur 40 tahun atau lebih cenderung melahirkan bayi dengan omphalokel. Angka kematian kelainan ini tinggi bila omfalokel besar karena kantong dapat pecah dan terjadi infeksi.

C. Etiologi
Menurut Rosa M. Scharin (2004), etiologi pasti dari omphalocele belum diketahui. Beberapa teori telah dipostulatkan, seperti :
1. Kegagalan kembalinya usus ke dalam abdomen dalam 10-12 minggu yaitu kegagalan lipatan mesodermal bagian lateral untuk berpindah ke bagian tengah dan menetapnya the body stalk selama gestasi 12 minggu.
2. Faktor resiko tinggi yang berhubungan dengan omphalokel adalah resiko tinggi kehamilan seperti :
a. Infeksi dan penyakit pada ibu
b. Penggunaan obat-obatan berbahaya, merokok,
c. Kelainan genetik
d. Defesiensi asam folat
e. Hipoksia
f. Salisil dapat menyebabkan defek pada dinding abdomen.
g. Asupan gizi yang tak seimbang
h. Unsur polutan logam berat dan radioaktif yang masuk ke dalam tubuh ibu hamil.

D. Patofisiologi
Menurut Suriadi & Yuliani R, 2001, patofisiologi dari omphalokel adalah :
1. Selama perkembangan embrio, ada suatu kelemahan yang terjadi dalam dinding abdomen semasa embrio yang mana menyebabkan herniasi pada isi usus pada salah satu samping umbilicus (yang biasanya pada samping kanan). Ini menyebabkan organ visera abdomen keluar dari kapasitas abdomen dan tidak tertutup oleh kantong.
2. Terjadi malrotasi dan menurunnya kapasitas abdomen yang dianggap sebagai anomaly.
3. Gastroskisis terbentuk akibat kegagalan fusi somite dalam pembentukan dinding abdomen sehingga dinding abdomen sebagian tetap terbuka.
4. Letak defek umumnya disebelah kanan umbilicus yang terbentuk normal.
5. Usus sebagian besar berkembang di luar rongga abdomen janin. Akibatnya, usus menjadi tebal dan kaku karena pengendapan dan iritasi cairan amnion dalam kehidupan intrauterine. Usus juga tampak pendek. Rongga abdomen janin sempit.
6. Usus-usus, visera dan seluruh permukaan rongga abdomen berhubungan dengan dunia luar menyebabkan penguapan dan pancaran panas dari tubuh cepat berlangsung, sehingga terjadi dehidrasi dan hipotermi, kontaminasi usus dengan kuman juga dapat terjadi dan menyebabkan sepsis, aerologi menyebabkan usus-usus distensi sehingga mempersulit koreksi pemasukan ke rongga abdomen pada waktu pembedahan.
7. EmbriogenesisPada janin usia 5 – 6 minggu isi abdomen terletak di luar embrio di rongga selom. Pada usia 10 minggu terjadi pengembangan lumen abdomen sehingga usus dari extra peritoneum akan masuk ke rongga perut. Bila proses ini terhambat maka akan terjadi kantong di pangkal umbilikus yang berisi usus, lambung kadang hati. Dindingnya tipis terdiri dari lapisan peritoneum dan lapisan amnion yang keduanya bening sehingga isi kantong tengah tampak dari luar, keadaan ini disebut omfalokel. Bila usus keluar dari titik terlemah di kanan umbilikus, usus akan berada di luar rongga perut tanpa dibungkus peritoneum dan amnion, keadaan ini disebut gastroschisis.
Gambar : Gastrokhisis dengan usus terbuai tanpa selaput yang menutupi
Sumber : Division of pediatric surgary







Kegagalan fusi somite dari lapisan mesoderm dalam membentuk dnding abdomen
Herniasi isi usus
Dinding abdomen sebagian terbuka
Organ internal abdomen keluar dari abdomen dan berhubungan dengan dunia luar
Perkembangan embrio tidak sempurna
Distensi usus
Penguapan dan pancaran dari tubuh cepat berlangsung
Kontaminasi usus dengan kuman
Dehidrasi, hipotermi

























E. Pathway Keperawatan
Kelemahan Dinding Abdomen
Herniasi isi usus
Dinding abdomen sebagian terbuka
Organ internal abdomen keluar
Penguapan dan pancaran dari tubuh cepat berlangsung
Dehidrasi

Perkembangan embrio tidak sempurna
Operasi
hipotermi
Keterlambatan Tumbang
Omphalokel
Menekan Dinding Sentral Abdomen
Resiko Kurang Volume Cairan
Termoregulator tidak Efektif

Resiko Infeksi

Nyeri
Rongga Sekitar Abdomen tertekan (Paru-paru)
Pola Napas tidak Efektif
Kurang Pengetahuan

Koping Keluarga tidak efektif

Konflik Pengambilan Keputusan
Perubahan Proses Keluarga

Cemas

























Sumber : Suriadi & Yuliani R, 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 1 dan A.H. Markum, 1991, Buku Ajar Kesehatan Anak, jilid I.Jakarta : Penerbit FKUI.
F. Manifestasi Klinik
Menurut A.H. Markum (1991), manifestasi dari omphalokel adalah :
1. Organ visera / internal abdomen keluar
2. Penonjolan pada isi usus
3. Teridentifikasi pada prenatal dengan ultrasound
a. b.
Gambar a : Omphalokel dengan selaput
Gambar b : gastrokhisis dengan usus terbuai tanpa selaput
Sumber : Division of pediatric surgary, 2008

G. Komplikasi
Menurut Marshall Klaus, 1998, komplikasi dari omphalokel adalah :
1. Komplikasi dini adalah infeksi pada kantong yang mudah terjadi pada permukaan yang telanjang.
2. Kekurangan nutrisi dapat terjadi sehingga perlu balans cairan dan nutrisi yang adekuat misalnya dengan nutrisi parenteral.
3. Dapat terjadi sepsis terutama jika nutrisi kurang dan pemasangan ventilator yang lama
4. Nekrosis
5. Kelainan kongenital dinding perut ini mungkin disertai kelainan bawaan lain yang memperburuk prognosis.

H. Diagnosis Banding
Menurut Linda A Sowden (2008), diagnose banding dari omphalokel adalah :
1. Herniasi usus fisiologi
2. Hernia umbilicus
3. Amniotic band syndrome
4. Ekstrofi dari kandung kemih

I. Prognosis
Menurut http://google.com//omphalochele (no name) dengan judul Omphalocele, mengatakan bahwa prognosis pasien ompalokel tergantung kelainan yang menyertai. Kelainan kongenital dinding perut ini mungkin disertai kelainan bawaan lain yang memperburuk prognosis. Omphalocele yang besar dapat ditutup meskipun dengan operasi yang bertahap. Bayi dengan omphalocele dianggap kritis mengancam hidup jika disertai dengan ukuran torax yang kecil dengan hipoplasia pulmoner yang mengakibatkan gangguan pernafasan.


J. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut A.H. Markum (1991) dan bms.brown.edu/.../AbdWallDefects/ omphalocele.com oleh Emily , pemeriksaan diagnostik dari omphalokel adalah :
1. Pemeriksaan Fisik
Pada omfalokel tampak kantong yang berisi usus dengan atau tanpa hati di garis tengah pada bayi yang baru lahir.
Pada gastro schisis usus berada di luar rongga perut tanpa adanya kantong.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Maternal Serum Alfa Fetoprotein (MSAFP). Diagnosis prenatal defek pada dinding abdomen dapat dideteksi dengan peningkatan MSAFP. MSAFP dapat juga meninggi pada spinabifida yang disertai dengan peningkatan asetilkolinesterase dan pseudokolinesterase.
3. Prenatal, ultrasound
Gambar : A fetal echocardiogram (ultrasound of the heart)
Menunjukkan adanya defek ompalokel
Sumber : Remembering Our Angel, Liam
Posted on September 24, 2007 by Emily

4. Pemeriksaan radiology
Fetal sonography dapat menggambarkan kelainan genetik dengan memperlihatkan marker structural dari kelainan kariotipik. Echocardiography fetus membantu mengidentifikasi kelainan jantung. Untuk mendukung diagnosis kelainan genetik diperjelas dengan amniosentesis
Pada omphalocele tampak kantong yang terisi usus dengan atau tanpa hepar di garis tengah pada bayi yang baru lahir.
K. Penatalaksanaan Terapeutik
Penatalaksanaan Terapeutik menurut Suriadi & Yuliani R (2001) adalah :
1. Perawatan pra-bedah
a. Terpeliharanya suhu tubuh
Kehilangan panas dapat berlebihan karena usus yang mengalami prolaps sangat meningkatkan area permukaan.
b. Pemasangan NGT dan pengisapan yang kontinu untuk mencegah distensi usus-usus yang mempersulit pembedahan.
c. Penggunaan bahan synthetic (silatik) dengan lapisan tipis yang tidak melengket seperti xeroform, kemudian dengan kerlix dan pembungkus Saran untuk menutup usus atau menutup dengan kasa steril lembab dengan cairan NaCl steril untuk mencegah kontaminasi
d. Omphalocele dianjurkan tidak melakukan traksi yang berlebihan pada mesenterium.
e. Terapi intravena untuk hidrasi
f. Antiseptik dengan spectrum luas secara intravena
Besarnya kantong, luasnya cacat dinding perut dan ada tidaknya hepar di dalam kantong, akan menentukan cara pengelolaan. Bila kantong omphalocele kecil, dapat dilakukan operasi satu tahap. Dinding kantong dibuang, isi kantong dimasukkan ke dalam rongga perut, kemudian lubang ditutup dengan peritoneum, fasia dan kulit. Tetapi biasanya omphalocele terlalu besar dan rongga perut terlalu kecil sehingga isi kantong tidak dapat dimasukkan ke dalam perut. Jika dipaksakan, maka karena regangan pada dinding perut, diafragma akan terdorong ke atas sehingga terjadi gangguan pernapasan. Obstruksi vena cava inferior dapat juga terjadi karena tekanan tersebut.
Tindakan yang dapat dilakukan ialah melindungi kantong omphalocele dengan cairan antiseptik, misalnya betadin dan menutupnya dengan kain dakron agar tidak tercemar. Dengan demikian, ada kesempatan untuk terjadinya epitelisasi dari tepi, sehingga seluruh kantong tertutup epitel dan terbentuk hernia ventralis yang besar. Epitelisasi ini membutuhkan waktu 3-4 bulan. Kemudian operasi koreksi hernia ventralis tersebut dapat dikerjakan setelah anak berumur 5-10 bulan.
g. Terapi oksigen diberikan untuk membantu pernafasan
2. Pembedahan
Pembedahan dilakukan secara bertahap tergantung besar kecilnya lubang pada dinding abdomen.
Tujuan pebedahan adalah untuk mengembalikan visera kedalam kavum abdomen dan menutup diding abdomen.
Pada omphalokel, jika lubangnya kecil maka akan disambungkan saja, namun jika lubangnya besar maka akan dicangkok dengan mengambil kulit dari bokong atau paha bayi. Operasi koreksi ini untuk menempatkan usus ke dalam rongga perut dan menutup lubang. Harus dikerjakan secepat mungkin sebab tidak ada perlindungan infeksi. Tambahan lagi makin ditunda operasi makin sukar karena usus akan udem.
3. Paska Bedah
a. Perawatan paska bedah neonatus rutin
b. Terapi oksigen maupun ventilasi mekanik kemungkinan diperlukan
c. Dilakukan aspirasi setiap jam pada tuba nasogastrik
d. Pemberian antibiotika
e. Terapi intravena diberikan untuk perbaikan cairan
Pada sekitar 7-12 hari setelah pembedahan, anak akan kembali lagi mengalami pembedahan untuk menjalani perbaikan cacat. Namun ini tergantung dari kondisi si bayi (lemah atau tidak).
a. b.
Gambar :
a.Bayi post bedah omphalokel yang masih dalam perawatan
b.Bayi post operasi omphalokel dengan dinding abdomen yangsudah rapi seperti orang normal lainnya.
Sumber : http://bms.brown.edu/.../AbdWallDefects/omphalocele.jpg The Image Bank-ABDOMINAL WALL DEFECTS www.med.umich.edu/fdtc/images/art_omphalocele.jpg








ASUHAN KEPERAWATAN
GASTROSKISIS / OMPHALOKEL

I. Data Fokus Pengkajian
Fokus Pengkajian menurut Dongoes, M.F (1999):
1. Mengkaji Kondisi Abdomen
a. Kaji area sekitar dinding abdomen yang terbuka
b. Kaji letak defek, umumnya berada di sebelah kanan umbilicus
c. Perhatikan adanya tanda-tanda infeksi/iritasi
d. Nyeri abdomen, mungkin terlokalisasi atau menyebar, akut/ironis sering disebabkan oleh inflamasi, obstruksi
e. Distensi abdomen, kontur menonjol dari abdomen yang mungkin disebabkan oleh pelambatan penyosongan lambung, akumulasi gas/feses, inflamasi/obstruksi.
2. Mengukur temperatur tubuh
a. Demam, manifestasi umum dari penyakit pada anak-anak dengan gangguan GI, biasanya berhubungan dengan dehidrasi, infeksi atau inflamasi.
b. Lakukan pengukuran suhu secara kontinu tiap 2 jam
c. Perhatikan apabila terjadi peningkatan suhu secara mendadak.
3. Kaji Sirkulasi
a. Kaji adanya sianosis perifer
4. Kaji distress pernafasan
a. Lakukan pengkajian fisik pada dada dan paru, terhadap
b. Frekuensi : Cepat (takipneu), normal atau lambat
c. Kedalaman : normal, dangkal (Hipopnea), terlalu dalam (hipernea)
d. Kemudahan : sulit (dispneu), othopnea
e. Irama : variasi dalam frekuensi dan kedalaman pernafasan
f. Observasi adanya tanda-tanda infeksi, batuk, seputum dan nyeri dada
g. Kaji adanya suara nafas tambahan (mengi/wheezing)
h. Perhatikan bila pasien tampak pucat/sianosis

II. Diagnosa Keperawatan
Pre Op
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penekanan rongga abdomen (paru-paru)
2. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan immaturitas
3. Resiko kurang volume cairan berhubungan dengan dehidrasi
4. Resiko infeksi berhubungan dengan isi abdomen yang keluar
5. Konflik pengambilan keputusan berhubungan dengan kurang informasi yang relevan
6. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita penyakit serius
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan post op.

Post Op
1. Nyeri Akut berhubungan dengan prosedur pembedahan menutup abdomen.
2. Resiko Infeksi berhubungan dengan trauma jaringan luka post op.
3. Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan perawatan yang multipel.
4. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan krisis situasi dari orang terdekat (anak menderita omphalokel).
5. Cemas berhubungan dengan kematian.

III. Intervensi
Pre Op
Dx 1 : Pola napas tidak efektif b.d. penekanan rongga abdomen (paru-paru).
NOC: Respiratory Status: Airway
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen jalan nafas selama 3 x 24 jam, diharapkan pola napas pasien kembali normal dan efektif dengan status respirasi skala 4
Kriteria Hasil:
a. Suara napas yang bersih, tidak ada sianosis dan dypsneu, mampu bernapas dengan mudah, tidak ada pursed (ips)
b. Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tertekik, irama napas, frekuensi pernapasan dalam rentang normal, tidak ada suara napas abnormal seperti whezing/mengi).
c. TTV dalam batas normal
Skala :
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC: Airway Management
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan napas buatan
4. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
5. Monitor respirasi dan status oksigen
6. Keluarkan skret dengan batuk atau suction

Dx 2 : Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan imaturitas
NOC: Thermoregulatoin: Neonate
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan Regulasi suhu selama 3 x 24 jam, diharapkan termoregulasi pasien kembali normal dan efektif dengan status regulasi skala 4.
Kriteria Hasil:
a. Suhu tubuh pasien dalam batas normal
b. Tidak ada stress pernapasan
c. Tidak ada letargi
d. Perubahan warna kulit dalam rentang yang diharapkan
e. Pasien tidak menggigil
f. Status hidrasi adekuat
Skala :
Tidak pernah menunjukkan
Jarang menunjukkan
Kadang menunjukkan
Sering menunjukkan
Selalu menunjukkan
NIC: Temperatur Regulation
1. Monitor suhu badan pasien setiap 2 jam
2. Monitor suhu badan bayi baru lahir sampai stabil
3. Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi
4. Monitor warna kulit dan suhu
5. Monitor dan laporkan tanda dan gejala hipotermi dan atau hipertermi
6. Monitor warna kulit dan suhu
7. Bantu meningkatkan keadekuatan cairan dan intake nutrisi

Dx 3 : Resiko kurang volume cairan b.d. dehidrasi
NOC: Keseimbangan cairan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan Menejemen cairan selama 3 x 24 jam, diharapkan keseimbangan cairan pada pasien adekuat dengan status cairan skala 4.
Kriteria hasil:
a. Keseimbangan intake & output dalam batas normal
b. Elektrolit serum dalam batas normal
c. Tidak ada mata cekung
d. Tidak ada hipertensi ortostatik
e. Tekanan darah dalam batas normal
Skala :
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC: Manajemen Cairan
1. Pertahankan intake & output yang adekuat
2. Monitor status hidrasi (membran mukosa yang adekuat)
3. Monitor status hemodinamik
4. Monitor intake & output yang akurat
5. Monitor berat badan

DX 4 : Resiko infeksi berhubungan dengan isi abdomen yang keluar
NOC: Knowledge: infection control
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan Kontrol Infeksi selama 3 x 24 jam, diharapakan infeksi tidak terjadi (terkontrol) dengan status kontrol infeksi skala 4.
Kriteria hasil:
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
c. Jumlah leukosit dalam batas normal
d. Menunjukkan perilaku hidup sehat
Skala :
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC: Infection control
1. Pertahankan teknik isolasi
2. Batasi pengunjung bila perlu
3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
4. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
5. Tingkatkan intake nutrisi

Dx 5 : Konflik pengambilan keputusan berhubungan dengan kurang informasi yang relevan.
NOC: Decision Making
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan keluarga selama 3 x 24 jam, diharapkan tidak terjadi konflik dalam keluarga dengan skala pembuatan keputusan 4.
Kriteria Hasil:
a. Identifikasi informasi yang relevan
b. Identifikasi alternatif
c. Memilih berbagai alternatif
Skala:
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC: Family Support
1. Informasikan kepada keluarga tentang alternatif pilihan atau solusi
2. Bantu keluarga mengidentifikasi keuntungan dan kerugian alternatif lain
3. Tawarkan informasi konsen
4. Bantu keluarga dalam menjelaskan keputusannyapada anggota keluarga yang lain, jika diperlikan
5. Berikan dukungan secara penuh

Dx 6 : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita penyakit serius (omphalokel).
NOC : Family Normalization
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peningkatan Normalisasi selama 3 x 24 jam diharapkan pasien (keluarga) dapat mempersiapkan diri untuk prosedur diagnostik / operasi dengan status perubahan proses keluarga skala 4.
Kriteria hasil :
a. Keluarga menunjukkan pemahaman tentang tes dan prosedur
b. Anak dan keluarga menunjukkan tentang informasi yang diberikan
Skala : 1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang-kadang
4. Sering
5. Konsisten
NIC : Peningkatan Normalisasi
1. Jelaskan alasan setiap terapi
2. Jelakskan kebutuhan anak kepada orang tua misalnya anak harus dirawat dalam dalam inkubator dan terpasang berbagai alat (Infus, Oksigen, NGT, dll)
3. Jelaskan pada keluarga tentang pengalaman umum setelah pembedahan
4. Jelaskan pada keluarga apa yang akan terjadi paska operasi
5. Berpartisipasi dalam konferensi praoperasi dengan keluarga dan dokter

Dx 7 : Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kondisi anak, proses penyakit yang diderita anak.
NOC : Pengetahuan : Proses Penyakit
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pengajaran Proses Penyakit selama 3 x 24 jam diharapkan Keluarga dapat mengerti / lebih paham mengenai penyakit anaknya dan pengobatannya dengan status pengetahuan proses penyakit skala 4.
Kriteria Hasil :
a. Mengidentifikasi keperluan untuk penambahan informasi perawatan anak
b. Menjelaskan proses penyakit
c. Menjelaskan sebab atau faktor yang mempengaruhi
d. Kolaborasi aktif dengan tim kesehatan dalam pengobatan anaknya
Skala : 1 : Tidak mengetahui
2 : Terbatas pengetahuannya
3 : Sedikit mengetahui
4 : Banyak pengetahuannya
5 : Intensif atau mengetahuinya secara kompleks
NIC : Pengajaran Proses Penyakit
1. Identifikasi faktor dalam atau luar untuk menambah / meningkatkan motivasi pengobatan anaknya.
2. Menjelaskan proses penyakit
3. Bersama keluarga identifikasi penyebab penyakit
4. Tentukan hubungan individu dengan latar belakang sosial budaya pada individu, keluarga atau masyarakat mengenai tingkah laku kesehatannya.
5. Hindari menggunakan teknik menakut-nakuti
6. Mengikiusertakan keluarga (bila memungkinkan) dalam melaksanakan pengobatan/ terapi anaknya.
7. Memberikan pengajaran sesuai dengan tingkat pemahaman keluarga.

Post Op
Dx 8 : Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera biologis, prosedur pembedahan menutup abdomen.
NOC I: Tingkat Nyeri
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Menejemen nyeri selama 3 x 24 jam diharapkan pasien tidak mengalami nyeri, antara lain penurunan nyeri pada tingkat yang dapat diterima anak dengan status penerimaan nyeri skala 2.
Kriteria hasil :
a. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri (rewel)
b. Nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anak
NOC II: Level Nyeri
Kriteria hasil :
a. Memberikan isyarat rasa nyaman (tidak rewel)
b. Nyeri menurun
Skala : 1. Ekstream
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak Ada
NIC : Menejemen Nyeri
1. Kaji nyeri secara komprehensif (lokasi, durasi, frekuensi, intensitas).
2. Observasi isyarat –isyarat non verbal dari ketidaknyamanan.
3. Berikan pereda nyeri dengan manipulasi lingkungan (missal ruangan tenang, batasi pengunkung).
4. Berikan analgesia sesuai ketentuan
5. Kontrol faktor – faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan (lingkungan yang berisik).

Dx 9 : Resiko Infeksi berhubungan dengan trauma jaringan luka post op.
NOC : Pengenalian Resiko
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pengendalian Infeksi selama 3 x 24 jam diharapkan pasien tidak mengalami infeksi dan tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada pasien dengan status pengendalian skala 4.
Kriteria hasil :
a. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
b. temperatur badan
c. Imunisasi
Skala : 1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang-kadang
4. Sering
5. Konsisten
NIC : Pengendalian Infeksi
1. Pantau tanda / gejala infeksi
2. Informaiskan kepada orang tua tentang jadwal imunisasi
3. Rawat luka op dengan teknik steril
4. Memelihara teknik isolasi (batasi jumlah pengunjung)
5. Ganti peralatan perawatan pasien sesuai dengan protap

Dx 10 : Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan perawatan yang multipel.
NOC : Physical Aging Status
Tujuan : : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Developmental Enhancement selama 3 x 24 jam diharapkan pasien mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang normal sesuai usianya dengan status perkembangan skala 2.
Kriteria hasil :
a. Rata-rata berat badan
b. Cardiat out put
c. Elastisitas kulit
d. Kekuatan otot
Skala : 1. Ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
NIC : Developmental Enhancement
1. Bina hubungan saling percaya dengan anak
2. Demonstrasikan aktivitas yang meninggkatkan perkembangan anak sesuai dengan umurnya (contoh bermain icik-icik)
3. Bantu anak belajar ketrampilan
4. Bina kesempatan untuk mendukung latihan aktivitas motorik/verbal pasien
5. Berikan reinforcement positif

Dx 11 :Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan krisis situasi dari orang terdekat (anak menderita omphalokel).
NOC: Family Coping
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan Keluarga selama 3 x 24 jam, diharapkan koping keluarga menguat dengan status koping skala 4.
Kriteria Hasil:
a. Mendemonstrasikan fleksibilitas peran
b. Menyelesaikan permasalahan yang ada
c. Percaya dapat memenej masalah
d. Melibatkan anggota keluarga dalam mengambil keputusan
e. Mengekspresikan perasan
f. Menggunakan strategi menurunkan stress (devence mecanism)
Skala:
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC: Dukungan keluarga
1. Yakinkan keluarga akan memberikan perawatan terbaik pada pasien
2. Hargai reaksi emosional keluarga terhadap kondisi pasien
3. Selesaikan prognosis beban psikologis keluarga
4. Berikan harapan yang realistik
5. Dengarkan kecemasan keluarga, perasaan dan pertanyaan keluarga
6. Tingkatkan hubungan saling percaya dengan keluarga pasien.

Dx 12: Cemas berhubungan dengan ancaman kematian
NOC : Kontrol Cemas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perbaikan Koping Keluarga selama 3 x24 jam, diharapkan kecemasan hilang atau berkurang dengan status cemas skala 4.
Kriteria hasil :
a. Monitor intensitas kecemasan
b. Rencanakan strategi koping untuk mengurangi stress
c. Gunakan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan
d. Kondisikan lingkungan nyaman
Skala : 1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang-kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Enhancement Family Coping
1. Sediakan informasi yang sesungguhnya meliputi diagnosis, treatmen dan prognosis.
2. Tetap dampingi pasien dan keluarga untuk menjaga keselamatan pasien dan mengurangi ansietas keluarga
3. Instruksikan kepada keluarga untuk melakukan ternik relaksasi
4. Bantu keluarga mengidentifikasi situasi yang menimbulkan ansietas.










DAFTAR PUSTAKA

A.H. Markum, 1996, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, jilid I.Jakarta : Gaya Baru.
Beth cecyl L, Sowden Linda A.2002 . Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.
Catzel, pincus.1990.Kapita Selekta Pediatri Edisi 2.Jakarta:EGC.
Dongoes, M.F.1999.Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 2. Jakarta : EGC.
Klaus, Marshall H. 1998.Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi Edisi 4.Kajarta:EGC.
Ngastiyah 1997. Perawatan Anak Sakit.Jakarta:EGC.
Suriadi & Yuliani R.2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 1. Jakarta : CV. Sagung Seto.
http://google.com//omphalochele. (diakses pada tanggal 28 Mei 2008)
http://www.google.co.id/search?hl=id&cr=countryID&q=omphalocele&start=20&sa=N -Bayi Lahir Tak Berdinding Perut, Anus, dan Saluran Kencing
Kamis, 03 April 2008 19:13 wib Syawal Rifai (diakses pada tanggal 28 Mei 2008)
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0803/08/jab07.html/ Bayi Tanpa Dinding Perut Dirawat di RSUD Kardinah (diakses pada tanggal 28 Mei 2008)
http://www.cybermq.com/index.php?risalahmq/detail/1/14807/risalahmq14807.html/Janin dg kasus omphalocele Replies 1 Views : 607 Last Post: 5/26/2007 7:00:00 AM (diakses pada tanggal 28 Mei 2008)
http://bms.brown.edu/.../AbdWallDefects/omphalocele.jpg The Image Bank-ABDOMINAL WALL DEFECTS www.med.umich.edu/fdtc/images/art_omphalocele.jpg

AGD

Petunjuk Pengambilan sampel
dan analisa hasil pemeriksaan Gas darah

Pengambilan sampel :
Persiapan Alat :
1. Disposibel 2, 5 CC
2. Botol Infus
3. Betadine
4. Kapas
5. Karet penutup
6. Heparin Cair
7. Blanko Pemeriksaan
8. Duk Pengalas

Petunjuk Pengambilan :
1. Lokasi pengambilan sampel :
I. Arteri Radialis, Brachialis, Inguinalis dan Dorsalis pedis
2. Darah Yang diambil 2 cc ditambah 1 Strip
3. Yang harus diisi dalam blanko pemeriksaan : Identitas pasien, Suhu tubuh pasien, Hb terakhir dan kalau pasien menggunakan oksigen catat jumlah O2 yang digunakan serta cara pemberiannya dan Jenis permintaan.

Tekhnik Pengambilan :
1. Bentangkan duk pengalas.
2. Letakkan botol infus
3. Tangan pasien diletakkan diatas botol infus, dengan sendi melipat kebelakang.
4. Sedot heparin cair sebanyak 1 cc dan kmudian keluarkan. Heparin hanya membasahi dinding disposible. Tidak ada sisa o,1 cc dalam disposible, kecuali yang ada didalam jarum.
5. Raba Nadi dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah.
6. Pastikan tempat dari nadi yang diraba.
7. Desinfeksi daerah tersebut
8. Desinfeksi kedua jari
9. Pegang disposible seperti memegang pensil.
10. Raba kembali Nadi dengan menggunakan kedua yang telah didesinfeksi
11. Tusukan jarum diantara kedsua jari dengan sudut 45 drajat mengarah ke jantung.
12. Biarkan Darah sendiiri mengalir ke dalam jarum. Jangan diaspirasi.
13. Cabut jarum dan tusukkan pada karet penutup.
14. Tekan daerah penusukan dengan menggunakan kapas betadine selama 5 menit.
15. Beri etiket dan bawa ke laboraotirum.

Interprestasi hasil :
1. Yang terutama diperhatikan adalah :
ü Ph Darah : 7,35 – 7,45
ü Pco2 : 35 - 45
ü BE : -3 - +3
2. Lain – Lain sebagai tambahan :
ü PO2 : 80 – 104 mmHg
ü Saturasi : Saturasi 97 – 98 %
ü BB :
ü Hco3 - : 21 - 25
Cara Interprestasi :

Ph :

(acidosis) Asam 7,35 - 7,45 Basa (Alkalosis)

PcO2

(Alkalosis) Basa 35 - 4 Asam (Acidosis)

BE

(Acidosis) Asam -3 - +3 Basa (Alkalosis)

Pco2 Menentukan : Respiratorik
BE Menentukkan : Metabolik

Contoh :
Hasil Pemeriksaan : Ph 7,20
Pco2 : 50
BE : -2
Berarti pasien mengalami : Acidosis respiratorik

respiratory

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN RESPIRATOR


Pengkajian keperawatan meliputi :
I. Riwayat Keperawatan
Informasi tentang keperawatan yang dibutuhkan :
1. Persepsi pasien tentang kondisinya saat ini, termasuk harapannya tentang terapi.
2. Peran dan hambatan peran.
3. Pola nutrisi (jumlah, diet khusus, kesukaan/intoleransi, alergi, perubahan selera makan).
4. Pola istirahat (waktu, tidur, jumlah jam tidur, kebiasaan saat tidur).
5. Pola eliminasi (kebiasaan buang air besar/kecil, penggunaan laksantif, perubahan pola eliminasi).
6. Pola koping (kemampuan koping individu, kemampuan koping keluarga/dukungan keluarga, penerimaan pasien terhadap penyakitnya).
7. Pola pengambilan keputusan.

II. Pemeriksaan Fisik
Hal-hal yang perlu diingat dalam pemeriksaan fisik adalah :
1. Pemeriksaan fisik dilakukan pada saat pasien masuk, dan diulang kembali dalam interval waktu tertentu sesuai kondisi pasien.
2. Setiap pemeriksaan harus dikomunikasikan kepada pasien.
3. Privacy pasien harus terus dipertahankan (walaupun pasien dalam keadaan koma)
4. Tehnik yang digunakan adalah : inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
5. Pemeriksaan dilakukan secara “Head to toe”
6. Pemeriksaan dilakukan pada semua sistem tubuh.

Komponen-komonen pada pemeriksaan fisik adalah :
B 1 :Breathing (Pernafasan/Respirasi)
Pola napas : Dinilai kecepatan, irama, dan kualitas.
Bunyi napas: Bunyi napas normal; Vesikuler, broncho vesikuler.
Penurunan atau hilangnya bunyi napas dapat menunjukan adanya atelektasis, pnemotorak atau fibrosis pada pleura.
Rales (merupakan tanda awal adanya CHF. emphysema) merupakan bunyi yang dihasilkan oleh aliran udara yang melalui sekresi di dalam trakeobronkial dan alveoli.
Ronchi (dapat terjadi akibat penurunan diameter saluran napas dan peningkatan usaha napas)
Bentuk dada : Perubahan diameter anterior - posterior (AP) menunjukan adanya COPD
Ekspansi dada : Dinilai penuh / tidak penuh, dan kesimetrisannya.
Ketidaksimetrisan mungkin menunjukan adanya atelektasis, lesi pada paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga, pnemotoraks, atau penempatan endotrakeal dan tube trakeostomi yang kurang tepat.
Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai : Retraksi dari otot-otot interkostal, substrernal, pernapasan abdomen, dan respirasi paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu menggerakan dinding dada.

Sputum.
Sputum yang keluar harus dinilai warnanya, jumlah dan konsistensinya. Mukoid sputum biasa terjadi pada bronkitis kronik dan astma bronkiale; sputum yang purulen (kuning hijau) biasa terjadi pada pnemonia, brokhiektasis, brokhitis akut; sputum yang mengandung darah dapat menunjukan adanya edema paru, TBC, dan kanker paru.

Selang oksigen
Endotrakeal tube, Nasopharingeal tube, diperhatikan panjangnya tube yang berada di luar.

Parameter pada ventilator
Volume Tidal
Normal : 10 - 15 cc/kg BB.
Perubahan pada uduma fidal menunjukan adanya perubahan status ventilasi penurunan volume tidal secara mendadak menunjukan adanya penurunan ventilasi alveolar, yang akan meningkat PCO2. Sedangkan peningkatan volume tidal secara mendadak menunjukan adanya peningkatan ventilasi alveolar yang akan menurunkan PCO2.
Kapasitas Vital : Normal 50 - 60 cc / kg BB
Minute Ventilasi
Forced expiratory volume
Peak inspiratory pressure

B 2 : Bleeding : Kardiovaskuler
Irama jantung : Frekuensi .........x/m, reguler atau irreguler
Distensi Vena Jugularis
Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat dari penggunaan ventilator
Bunyi jantung : Dihasilkan oleh aktifitas katup jantung
· S1 : Terdengar saat kontraksi jantung / sistol ventrikel. Terjadi akibat penutupan katup mitral dan trikuspid.
· S2 : Terdengar saat akhir kotraksi ventrikel. Terjadi akibat penutupan katup pulmonal dan katup aorta.
· S3 : Dikenal dengan ventrikuler gallop, manandakan adanya dilatasi ventrikel.
Murmur : terdengar akibat adanya arus turbulansi darah. Biasanya terdengar pada pasien gangguan katup atau CHF.
Pengisian kapiler : normal kurang dari 3 detik
Nadi perifer : ada / tidak dan kualitasnya harus diperiksa. Aritmia dapat terjadi akibat adanya hipoksia miokardial.
PMI (Point of Maximal Impuls): Diameter normal 2 cm, pada interkostal ke lima kiri pada garis midklavikula. Pergeseran lokasi menunjukan adanya pembesaran ventrikel pasien hipoksemia kronis.
Edema : Dikaji lokasi dan derajatnya.
B 3 : Brain : Persyarafan/Neurologik
1. Tingkat kesadaran
Penurunan tingkat kesadaran pada pasien dengan respirator dapat terjadi akibat penurunan PCO2 yang menyebabkan vasokontriksi cerebral. Akibatnya akan menurunkan sirkulasi cerebral.
Untuk menilai tingkat kesadaran dapat digunakan suatu skala pengkuran yang disebut dengan Glasgow Coma Scale (GCS).
GCS memungkinkan untuk menilai secara obyektif respon pasien terhadap lingkungan. Komponen yang dinilai adalah : Respon terbaik buka mata, respon motorik, dan respon verbal. Nilai kesadaran pasien adalah jumlah nilai-nilai dari ketiga komponen tersebut. Seperti terlihat pada tabel berikut.
RESPON
KETERANGAN
NILAI
Buka mata (Eye)
· Spontan
· Terhadap panggilan
· Terhadap nyeri
· Tak berespon
E 4
E 3
E 2
E 1
Respon Motorik terbaik
· Sesuai perintah
· Melokalisasi
· Menarik
· Fleksi abnormal
· Ekstensi
· Tak berespon
M 6
M 5
M 4
M 3
M 2
M 1
Respon Verbal
· Orientasi
· Bingung
· Pembicaraan kacau
· Pengeluaran bunyi- bunyian yang tidak mengandung arti.
· Tak berespon
V 5
V 4
V 3

V 2

V 1
2. Orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu
3. Sensorik- motorik pada ekstremitas.
4. Refleks pupil :
Reaksi terhadap cahaya (kanan dan kiri)
Ukuran pupil (kanan dan kiri; 2-6mm)
Dilatasi pupil dapat disebabkan oleh : stress/takut, cedera neurologis penggunaan atropta, adrenalin, dan kokain. Dilatasi pupil pada pasien yang menggunakan respirator dapat terjadi akibat hipoksia cerebral.
Kontraksi pupil dapat disebabkan oleh kerusakan batang otak, penggunaan narkotik, heroin.

B 4 : Bladder Perkemihan – Eliminasi Uri/Genitourinaria
Kateter urin
Urine : warna, jumlah, dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine.
Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunnya perfusi pada ginjal.
Distesi kandung kemih

B 5 : Bowel : Pencernaan – Eliminasi Alvi/Gastrointestinal
Rongga mulut
Penilaian pada mulut adalah ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukan adanya dehidarsi.

Bising usus
Ada atau tidaknya dan kualitas bising usus harus dikaji sebelum melakukan palpasi abdomen. Bising usus dapat terjadi pada paralitik ileus dan peritonitis. Lakukan observasi bising usus selama ± 2 menit. Penurunan motilitas usus dapat terjadi akibat tertelannya udara yang berasal dari sekitar selang endotrakeal dan nasotrakeal.

Distensi abdomen
Dapat disebabkan oleh penumpukan cairan. Asites dapat diketahui dengan memeriksa adanya gelombang air pada abdomen. Distensi abdomen dapat juga terjadi akibat perdarahan yang disebabkan karena penggunaan IPPV. Penyebab lain perdarahan saluran cerna pada pasien dengan respirator adalah stres, hipersekresi gaster, penggunaan steroid yang berlebihan, kurangnya terapi antasid, dan kurangnya pemasukan makanan.

Nyeri
Dapat menunjukan adanya perdarahan gastriintestinal
Pengeluaran dari NGT : jumlah dan warnanya
Mual dan muntah.
B 6 : Bone : Tulang – Otot - Integumen
Warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit.
Adanya perubahan warna kulit; warna kebiruan menunjukan adanya sianosis (ujung kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir dan membran mukosa). Pucat pada wajah dan membran mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar haemoglobin atau shok. Pucat, sianosis pada pasien yang menggunakan ventilator dapat terjadi akibat adanya hipoksemia. Jaundice (warna kuning) pada pasien yang menggunakan respirator dapat terjadi akibatpenurunan aliran darah portal akibat dari penggunaan FRC dalam jangka waktu lama.
Pada pasien dengan kulit gelap, perubahan warna tersebut tidak begitu jelas terlihat,. Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukan adanya demam, infeksi. Pada pasien yang menggunkan ventilator, infeksi dapat terjadi akibat gangguan pembersihan jalan napas dan suktion yang tidak steril.
Integritas kulit
Perlu dikaji adanya lesi, dan dekubitus

III. Psikososial
Tingkat kecemasan:
Kecemasan pada pasien dengan menggunakan respirator dapat terjadi akibat tindakan inkubasi, penggunaan respirator dan kebisingan yang dihasilkan oleh alat-alat disekitar pasien.

Pola komunikasi (hambatan dalam komunikasi): gangguan komunikasi pada pasien yang menggunakan respirator dapat terjadi akibat tindakan inkubasi.

IV. Spiritual
Kebutuhan dalam melakukan ibadah atau dukungan keluarga dalam doa kepada Tuhan YME sangat dibutuhkan selama sakit / pemasangan ventilator dengan tujuan mengurangi kecemasan atau rasa takut yang berlebihan.

V. Pemeriksaan Diagnostik.
Analisa Gas darah
Analisa gas darah (AGD / Astrup) adalah salah satu test diagnostik untuk menentukan status respirasi. Status respirasi yang dapat digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenisasi dan status asam basa.
Komponen yang terdapat dalam pemeriksaan AGD adalah pH, PCO2, PO2, saturasi O2, BB (Buffer Base), BE (Base Excess)
Komposisi yang terdapat dalam pemeriksaan AGD / Astrup dan nilai normalnya.

KOMPOSISI
NILAI NORMAL
pH
P O2
Saturasi O2
P CO2
HCO3
Base Excess (BE)
7,40 (7,35 - 7,45)
80 - 100
95 %
35 - 45
22 - 26 m Eq / L
-2 + 2

Untuk menilai hasil pemeriksaan AGD/Astrup, sebelumnya harus memahami arti dari komponen tersebut.

pH menunjukan konsentrasi ion hidrogen yang terdapat dalam plasma darah.
pH = - log (HCO3) = 0103 x Pa CO2
(H2CO3)
Dari rumus dia atas dapat dilihat bahwa pH sangat dipengaruhi oleh kadar HCO3 dan PCO2.

Pa CO2 adalah tekanan yang ditimbulkan oleh CO2 yang terlarut dalam darah. PaCO2 dapat digunakan sebagai parameter cukup atau tidaknya ventilator alveolar. Pa CO2 rendah disebut dengan hipokapnia, berarti terjadi hiperventilasi akibat rangsangan pernapasan. PaCO2 tinggi disebut hiperkapnia, berarti terjadi kegagalan ventilasi alveolar (hipoventilasi). Pada awal peningkatan PaCO2 sistem pernapasan akan terangsang untuk menurunkan Pa CO2 tersebut. Sebaliknya, jika PaCO2 sangat tinggi justru akan menekan sistem pernapasan.

T CO2 = Total CO2
T CO2 adalah jumlah CO2 total yang terdapat dalam plasma.

Buffer Base (B.B)
Buffer Base adalah konsentrasi dapar anion yang terdapat dalam darah. Perlu diingat bahwa perubahan BB, menunjukan adanya gangguan metabolik non-respirasi (bukan respirasi). Dengan kata lain, nilai BB tidak dipengaruhi oleh P CO2 dan perubahannya secara langsung menunjukan jumlah asam atau basa yang menyebabkan perubahan tersebut.

Base Excess (BE)
Base Excess (BE) atau base deficit, menggambarkan secara langsung jumlah dalam mEq/L. kelebihan basa (kekurangan asam) atau kekurangan basa (kelebihan asam). Nilai positif menggambarkan kelebihan basa, sementara nilai negatif menggambarkan kekurangan basa.

Tekanan Vena Central = CVP (Central Vena Pressure)
CVP merupakan suatu pengukuran terhadap tekanan pada atrium kanan dan vena cava.

CVP dapat memberikan informasi tentang :
· Volume darah
· Keefektifan pompa jantung
· Tonus vaskuler

Tekanan pada atrium kanan biasanya berkisar antara 0 -4 cm H2O; sedangkan tekanan pada vena cava berkisar antara 4 - 11 cm H2O.
CVP yang rendah dapat menunjukan adanya :
· Penurunan volume darah
· Gagal jantung

Hasil penilaian CVP harus selalu dikaitkan dengan keadaan klinis pasien seperti :
· Tekanan darah
· Nadi
· Respirasi
· Suara napas dan jantung
· Pemasukan cairan
· Pengeluaran urine

Pada pasien yang memiliki fungsi paru dan jantung yang normal, perubahan CVP dapat menjadi petunjuk tentang volume darah. Pembacaan kurang dari 4 biasanya menunjukan adanya hipovolemik, sedangkan pembacaan lebih dari 11 menunjukan adanya overhidrasi (kelebihan cairan) atau gagal jantung.
Kesalahan pembacaan CVP dapat terjadi jika ada trombosis vena, perubahan tekanan intra thorak dan peningkatan tekanan abdomen. “ Positif Pressure Breathing” dapat meningkatkan CVP sebesar 2 cm H2O.
VI. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pasien yang menggunakan respirator adalah :
1. Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan depresi pusat pernapasan, kelemahan otot-otot pernapasan, penurunan ekspansi paru dan perubahan perbandingan O2 dengan CO2, kegagalan ventilator.
2. Tidak efektifnya pembersihan jalan napas berhubungan dengan adanya jalan napas buatan pada trakea, ketidakmampuan batuk/batuk efektif.
3. Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penggunaan alat bantu napas (respirator)
4. Gangguan komunikasi verbal, berhubungan dengan terpasangnya endotrakeal / trakheostomy tube dan paralisis / kelemahan neuromuskuler.
5. Cemas / takut berhubungan dengan krisis situasional; ancaman terhadap konsep diri, takut mati/ketergantungan pada alat bantu/perubahan status kesehatan/status ekonomi/fungsi peran, hubungan interpersonal/penularan
6. Resiko perubahan membran mukosa mulut berhubungan dengan ketidakmampuan menelan cairan melalui oral, adanya tube dalam mulut, kurang/menurunnya salivasi, tidak efektifnya kebersihan mulut.
7. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolisme.
8. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem pertahanan primer (cedera pada jaringan paru, penurunan aktifitas cilia), malnutrisi, tindakan invasif.
9. Kurang pengetahuan berhubungan dengan misinterpretasi informasi, tidak mengenal sumber-sumber informasi, ketegangan akibat krisis situasional.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Hanifa Wiknjosastro, Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1992

Doengoes, M.E. Moorhouse, M.F. & Geissler A.C (1984), Nursing Care Plans - Guidelines for Planning Patient Care (2nd Ed.) Philladelphia : Davis Co.

Potter, P.A., & Perry, A.G. (1993), Fundamental of Nursing; Concept, Proces, and Practice (3 rd Ed.). St. Louis : Mosby Year Book.

Luckman, Sorensen, (1992), Medical Surgical Nursing; a Psychophysiologic Aproach, ( 3 rd Ed). Philadelphia: W.B. Saunders Company.
Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pusat pernapasan, kelemahan otot-otot pernapasan, penurunan ekspansi paru dan perubahan perbandingan O2 dengan CO2, kegagalan ventilator.

Tanda dan gejala yang terlihat :
· Takipnea / brandipnea pada saat dilepaskan dari ventilator
· Perubahan kedalaman pernapasan
· Dispnea
· Penurunan kapasitas vital paru
· Sianosis
· Cemas, “restlessness”

Tujuan :
· Pola napas kembali efektif

Rencana Tindakan:

INTERVENSI
RASIONALISASI
INDEPENDENT


Hindari selang dari penyumbatan, seperti; selang terlipat atau penunpukan cairan. Selang drainage dapat diletakan didepan pasien atau dibelakang ventilator.
Lipatan pada selang mencegah dan meningkatkan tekanan jalan napas. Cairan mencegah distribusi oksigen dan menjadi tempat berkembang biaknya bakteri.
Periksalah alarm pada ventilator sebelum difungsikan. Jangan mematikan alarm.
Ventilator yang memiliki alarm yang bisa dilihat dan didengar, misalnya; alarm kadar oksigen, tinggi/rendahnya tekanan oksigen.
Taruhlah kantung resusitasi disamping tempat tidur dan manual ventilasi untuk sewakaktu-waktu dapat digunakan.
Kantung resusitasi/manual ventilasi sangat berguna untuk mempertahankan fungsi pernapasan jika terjadi gangguan pada alat ventilator secara mendadak.
Bantulah pasien untuk mengontrol pernapasan jika ventilator tiba-tiba berhenti.
Melatih pasien untuk mengatur napas seperti napas dalam, napas pelan, napas perut, pengaturan posisi, dan tehnik relaksasi dapat membantu memaksimalkan fungsi dari sistem resopiratoria.
KOLABORASI
Perhatikan letak dan fungsi ventilator secara rutin.
Pengecekan konsentrasi oksigen, memeriksa tekanan oksigen dalam tabung, monitor manometer untuk menganalisa batas / kadar oksigen.
Mengkaji tidal volume (10-15 ml/kg). Periksa fungsi spirometer


Memperhatikan letak dan fungsi ventilator sebagai kesiapan perawat dalam memberikan tindakan pada penyakit primer, setelah menilai hasil diagnostik, dan me- nyediakan sebagai cadangan.

Tidak efektifnya pembersihan jalan napas sehubungan dengan adanya jalan napas buatan pada trakea, ketidakmampuan batuk/batuk efektif.

Tanda dan gejala yang terlihat :
· Perubahan kecepatan atau kedalaman pernapasan
· Sianosis
· Bunyi napas abnormal
· Cemas / “restlessness”

Tujuan:
· Mempertahankan jalan napas tetap bersih dan mencegah aspirasi
· Kriteria: Identifikasi kemungkinan terjadinya infeksi dan tentukan recana tindakannya.

Rencana Kperawatan

INTERVENSI
RASIONALISASI
INDEPENDENT
Kaji keadaan jalan napas

Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh akumulasi sekret, sisa cairan muskus, perdarahan, brochospasme, dan atau posisi dari trakeostomy/endotrakeal tube yang berubah.
Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi suara napas pada kedua paru (bilateral)
Pergerakan dada yang simetris dengan suara napas yang keluar dari paru-paru menandakan jalan napas tidak terganggu. Saluran napas bagian bawah tersumbat dapat terjadi pada pnemonia / atelektasis akan menimbulkan perubahan suara napas sepeti ronchi atau wheezing.
Monitor letak / posisi endotrakeal tube. Beri tanda batas bibir.
Lekatkan tube secara hati-hati dengan memakai perekat khusus.
Mohon bantuan perawat lain ketika memasang dan mengatur posisi tube.
Endotrakeal tube dapat saja masuk ke dalam bronchus kanan, menyebabkan obstruksi jalan napas ke paru-paru kanan dan mengakibatkan pasien mengalami pnemothorak
Catat adanya batuk, bertambahnya sesak napas, suara alarm dari ventilator karena tekanan yang tinggi, pengeluaran sekret melalui endotrakeal / trakheostomy tube, bertambahnya bunyi ronchi.
Selama intubasi pasien mengalami refleks batuk yang tidak efektif, atau pasien akan mengalami kelemahan otot-otot pernapasan (neuromuskuler / neurosensoris), keter- lambatan untuk batuk. Semua pasien tergantung alternatif yang dilakukan seperti mengisap lendir dari jalan napas.
Lakukan penghisapan lendir jika diperlukan, batasi durasi pengisapan dengan 15 detik atau lebih. Gunakan cateter pengisap yang sesuai, cairan fisiologis steril. Berikan oksigen 100 % sebelum dilakukan pengisapan dengan ambubag (hiperventilasi)
Pengisapan lendir tidak selama dilakukan terus-menerus, dan durasinyapun dapat dikurangi untuk mencegah bahaya hipoksia.
Diameter kateter pengisap tidak boleh lebih dari 50 % diameter endotrakeal / trakheostomy tube untuk mencegah hipoksia
Dengan membuat hiperventilasi melalui pemberian oksigen 100% dapat mencegah terjadinya atelektasis dan mengurangi terjadinya hipoksia.
Anjurkan pasien mengenai tehnik batuk selama pengisapan , seperti; waktu bernapas panjang, batuk kuat, bersin jika ada indikasi.

Batuk yang effektif dapat mengeluarkan sekret dari saluran napas.
Atur / rubah posisi secara teratur (tiap 2 jam)
Mengatur pengeluaran sekret dan ventilasi segmen paru-paru, mengurangi resiko atelektasis.
Berikan minum hangat jika keadaan memungkinkan.
Membantu pengenceran sekret, memper- mudah pengeluaran sekret.
KOLABORASI
Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi, seperti ; postural drainage, perkusi / penepukan.

Mengatur ventilasi segmen paru-paru dan pengeluaran sekret.
Berikan obat-obat bronkhidilator sesuai indikasi, seperti; aminophilin, meta- proterenol sulfat (alupent), adoetharine hydrochloride (bronkosol).
Mengatur ventilasi dan melepaskan sekret karena relaksasi muscle / bronchospasme.
Bantu pasien selama dilakukan fiberoptic bronchoscopy jika diperlukan.
Dapat dilakukan untuk mengeluarkan sekret atau sisa-sisa mukus.


Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan penggunaan alat bantu napas (respirator)

Tanda dan gejala
· Belum ada karena masih bersifat potensial

Tujuan:
· Tidak ada tanda-tanda udema perifer / paru-paru
Kriteria
· Pasien dapat menunjukan tekanan darah, berat badan, nadi, intake dan output dalam batas normal

Rencana Keperawatan:

INTERVENSI
RASIONALISASI
INDEPENDENT
Pertahankan secara ketat intake dan output

Untuk mencegah dan mengidentifikasi secara dini terjadi kelebihan cairan
Hitunglah jumlah IWL melalui respirasi dan jumlah humidifikasi yang digunakan
Untuk dapat menetapkan keakuratan dari intake dan output
Timbang berat badan setiap hari
Peningkatan berat badan merupakan indikasi berkembangnya atau bertambahnya edema sebagai manifestasi dari kelebihan cairan.
Kaji dan observasi suara napas, vocal fremitus, hasil thorak foto.
Adanya ronchi basah, vocal fremitus menandakan adanya edema paru-paru.
Monitor tanda vital, seperti; Tekanan darah, nadi.
Kekurangan cairan dapat menunjukan gejala peningkatan nadi, dan tekanan darah menurun.
Catatlah perubahan turgor kulit, kondisi mukosa mulut, dan karakter sputum.
Penurunan cardiak out put berpengaruh pada perfusi fungsi otak. Kekurangan cairan selalu diidentifikasikan dengan turgor kulit berkurang, mukosa mulut kering, dan sekret yang kental.
Hitunglah jumlah cairan yang masuk dan keluar.
Memberikan informasi tentang keadaan cairan tubuh secara umum untuk mempertahankannya tetap seimbang.
KOLABORASI
Berikan cairan perinfus jika diindikasikan

Mempertahankan volume sirkulasi dan tekanan osmotik.
Monitor kadar elektrolit jika diindikasikan
Elektrolit, khususnya potasium dan sodium dapat berkurang jika pasien mendapatkan diuretika.

Gangguan komunikasi verbal, sehubungan dengan terpasangnya endotrakeal / trakheostomy tube dan paralisis / kelemahan neuromuskuler.

Tanda dan Gejala ;
· Tidak mampu berbicara

Tujuan
· Membuat tehnik /metode komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan.

Rencana Keperawatan:

INTERVENSI
RASIONALISASI
INDEPENDENT
Kaji kemampuan pasien untuk ber- komunikasi

Berbagai macam alasan untuk menunjang selama pemasangan ventilator sangat bervariasi seperti; pasien dapat memberi isarat dan menggunakan tulisan (misalnya: pasien COPD dengan kemampuan yang kurang) atau kelemahan, comatosa, atau paralisis. Komunikasi dengan pasien ini bersifat individual.

Menentukan cara-cara komunikasi, seperti; mempertahankan kontak mata, pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak, menggunakan kertas dan pensil/bollpoin, gambar atau papan tulis; bahasa isarat, perjelas arti dari komunikasi yang disampaikan.
Mempertahankan kontak mata akan membuat pasien interes selama komunikasi; Jika pasien dapat menggerakkan kepala, mengedipkan mata, atau senang dengan isarat-isarat sederhana, lebih baik dengan menggunakan pertanyaan ya / tidak.
Kemampuan menulis kadang-kadang me- lelahkan pasien, selain itu dapat meng- akibatkan frustasi dalam upaya memenuhi kebutuhan komunikasi. Keluarga dapat bekerja sama untuk membantu memenuhi kebutuhan pasien.
Pertimbangkan bentuk komunikasi bila terpasang intrvenus cateter
Intravenos cateter yang terpasang di tangan akan mengurangi kebebasan menulis/me- beri isarat.
Letakan bel/lampu panggilan ditempat yang mudah dijangkau, dan berikan penjelasan cara menggunakannya. Jawab panggilan tersebut dengan segera. Penuhi kebutuhan pasien. Katakan kepada pasien bahwa perawatan siap membantu jika dibutuhkan
Ketergantungan pasien pada ventilator akan lebih baik dan rilek, perasaan aman, dan mengerti bahwa selama menggunakan ventilator, perawat akan memenuhi segala kebutuhannya.
Buatlah catatan di kantor perawatan tentang keadaan pasien yang tak dapat berbicara.
Mengingatkan staff perawatan untuk berespon dengan pasien selama memberikan perawatan.
Anjurkan keluarga/orang lain yang dekat dengan pasien untuk berbicara dengan pasien, memberikan informasi tentang keluarganya dan keadaan yang sedang terjadi.
Keluarga/SO dapat merasakan akrab dengan pasien berada dekat pasien selama berbicara, dengan pengalaman ini dapat membantu / mempertahankan kontak nyata seperti merasakan kehadiran anggota keluarga yang dapat mengurangi perasaan kaku / janggal.
KOLABORASI
Evaluasi kebutuhan komunikasi (berbicara) selama memakai trakheostomi tube.
Pasein dengan pengetahuan dan ketrampilan yang adekuat memiliki kemapuan untuk menggerakan trakeostomy tube bila berbicara.

Cemas / takut sehubungan dengan krisis situasional; ancaman terhadap konsep diri, takut mati/ketergantungan pada alat bantu/perubahan status kesehatan/status ekonomi/fungsi peran, hubungan interpersonal/penularan

Tanda dan gejala :
· Ketegangan ekspresi wajah
· Merasa tidak mampu
· Berfokus pada diri sendiri/pandangan negatif tentang diri sendiri
· Mengungkapkan kekawatirannya tentang perubahan
· Insomania : “restlessness”

Tujuan
Kriteria :
· Pasien mampu menggungkapkan perasaan yang kaku cara-cara yang sehat kepada perawat
· Pasien dapat mendemonstrasikan ketrampilan pemecahan masalahnya dan perubahan koping yang digunakan sesuai situasi yang dihadapi.
· Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan dibawah standar
· Pasien dapat rileks dan tidur /istirahat dengan baik.

Rencana Keperawatan:

INTERVENSI
RASIONALISASI
INDEPENDENT
Identifikasi persepsi pasien untuk menggambarkan tindakan sesuai situasi.

Menegaskan batasan masalah individu dan pengaruhnya selama diberikan intervensi.
Monitor respon fisik, seperti; kelemahan. perubahan tanda vital, gerakan yang berulang-ulang, Catat kesesuaian respon verbal dan nonverbal selama komunikasi
Digunakan dalam mengevaluasi derajat/ tingkat kesadaran / konsentrasi, khususnya ketika melakukan komunikasi verbal.
Anjurkan pasien atau SO untuk meng -ungkapkan dan mengekspresikan rasa takutnya
Memberikan kesempatan untuk berkonsentrasi, kejelasan dari rasa takut, dan mengurangi cemas yang berlebihan.
Akuilah situasi yang membuat cemas dan takut.
Hindari perasaan yang tak berarti seperti mengatakan semuanya akan menjadi baik.
Mengvalidasi situasi yang nayata tanpa mengurangi pengaruh emosional. Berikan kesempatan bagi pasien/SO untuk menerima apa yang tejadi pada dirinya serta mengurangi kecemasan.
Identifikasi/kaji ulang bersama pasien/SO tindakan pengaman yang ada, seperti : kekuatan dan suplai oksigen, kelengkapan suction emergency. Diskusikan arti dari bunyi alarm.
Membesarkan/menetramkan hati pasien untuk membantu menghilangkan cemas yang tak berguna, mengurangi konsentrasi yang tidak jelas dan menyiapkan rencana sebagai respon dalam keadaan darurat.
Catat reaksi dari SO. Berikan kesempatan untuk mendiskusikan perasaannya/ konsentrasinya, dan harapan masa depan
Anggota keluarga dengan responnya pada apa yang terjadi, dan kecemasannya dapat disampaikan kepada pasien.
Identifikasi kemampuan koping pasien/SO sebelumnya dan mengontrol penggunaannya.
Memfokuskan perhatian pada kemampuan sendiri dapat meningkatkan pengertian dalam penggunaan koping.
Demonstrasikan/anjurkan pasien untuk melakukan tehnik relaksasi, seperti; mengatur pernapasan, menuntun dalam berhayal, relaksasi progresif.
Pengaturan situasi yang aktif dapat me- ngurangi perasaan tak berdaya.
Anjurkan aktifitas pengalihan perhatian sesuai kemampuan individu, seperti; menulis, nonton TV dan ketrampilan tangan.
Sejumlah ketrampilan baik secara sendiri maupun dibantu selama pemasangan ventilator dapat membuat pasien merasa berkualitas dalam hidupnya.
KOLABORASI
Rujuk ke bagian lain guna penangan selanjutnya.

Mungkin dibutuhkan untuk membantu jika pasien /SO tidak dapat mengurangi cemas atau ketika pasien membutuhkan alat yang lebih canggih.

Potensial perubahan membran mukosa mulut sehubungan dengan ketidakmampuan menelan cairan melalui oral, adanya tube dalam mulut, kurang/menurunnya salivasi, tidak efektifnya kebersihan mulut.

Tanda dan gejala :
· mukosa mulut kering
· bibir pecah-pecah
· lidah kotor

Tujuan
· Mencatat dan memperlihatkan adanya pengurangan gejala.
· Mengidentifikasikan intervensi secara spesifik untuk menjaga kebersihan mukosa mulut.

Rencana Keperawatan:

INTERVENSI
RASIONALISASI
INDEPENDENT
Lakukan pengamatan rongga mulut, gigi, luka pada gusi, perdarahan secara rutin.

Identifikasi masalah dengan cepat dapat memberikan tindakan/pencegahan dengan tepat.
Lakukan perawatan mulut secara rutin atau jika diperlukan, khususnya pasien dengan intubasi tube, seperti; menyikat gigi dengan sikat gigi yang lembut, atau menyeka dengan kain basah.
Mencegah kekeringan/lecet pada membran mukosa dan mengurangi medium tempat perkembangan bakteri. Membuat perasaan enak/nyaman.
Berikan salep pelindung bibir dan minyak pelumas mulut.
Mempertahankan kelembaban dan mencegah kekeringan.
Rubah posisi endhotrakeal tube secara teratur sesaui jadwal
Mengurangi resiko perlukaan pada bibir dan mukosa mulut.

Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan perubahan kemampuan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolisme.

Tanda dan gejala:
· Kehilangan berat nadan
· Keengganan untuk makan
· Mengeluh mengalami perubahan rasa
· Penurunan tonus otot mulut
· Peradangan pada rongga mulut
· Hilangnya/hiperaktifnya bising usus


Tujuan
Pasien dapat:
· Mengerti tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh
· Memperlihatkan kenaikan berat badan sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium

Rencana Keperawatan
INTERVENSI
RASIONALISASI
INDEPENDENT
Evaluasi kemampuan makan pasien

Pasien dengan trakheostomy mungkin sulit untuk makan, tetapi pasien dengan endotrakeal tube dapat menggunakan mag slang atau memberi makanan parenteral
Observasi / timbang berat badan jika memungkinkan.
Tanda kehilangan berat badan (7 - 10 %) dan kekurangan intake nutrisi menunjang terjadinya masalah katabolisma, kandungan glikogen dalam otot dan kepekaan terhadap pemasangan ventilator.
Monitor keadaan otot yang menurun dan kehilangan lemak subkutan
Menunjukan indikasi kekurangan energy otot dan mengurangi fungsi otot-otot pernapasan.
Catat pemasukan per oral jika diindikasikan. Anjurkan pasien untuk makan.
Nafsu makan biasanya berkurang dan nutrisi yang masukpun berkurang. Menganjurkan pasien memilih makanan yang disenangi dapat dimakan (bila sesuai anjuran)
Berikan makanan kecil dan lunak
Mencegah terjadinya kelelahan, memudah- kan masuknya makanan, dan mencegah gangguan pada lambung.
Kajilah fungsi sistem gatrointestinal, yang melipitu; suara bising usus, catat terjadi perubahan di dalam lambung seperti mual, muntah. Observasi perubahan pergerakan usus, misalnya ; diare, konstipasi.
Fungsi sistem gastrointestinal sangat pengting untuk memasukan makanan. Ventilator dapat memnyebabkan kembung pada lambung dan perdarahan lambung.
Anjurkan pemberian cairan 2500 cc/ hari selama tidak terjadi gangguan jantung.

Mencegah terjadinya dehidrasi akibat penggunaan ventilator selama tidak sadar dan mencegah terjadinya konstipasi.
KOLABORASI
Aturlah diet yang diberikan sesuai keadaan pasien.
Diet tinggi kalori, protein, karbohidrat sangat diperlukan selama pemasangan ventilator untuk mempertahankan fungsi otot-otot respirasi. Karbohidrat dapat berkurang dan penggunaan lemak meningkat untuk mencegah terjadinya produksi CO2 dan pengaturan sisa respirasi.
Lakukan pemeriksaan laboratorium yang diindiksikan, seperti; serum, trnsferin, BUN/ Creatine dan glukosa
Memberikan informasi yang tepat tentang keadaan nutrisi yang dibutuhkan pasien.

Potensial infeksi sehubungan dengan penurunan sistem pertahanan primer (cedera pada jaringan paru, penurunan aktifitas cilia), malnutrisi, tindakan invasif.

Ditandai oleh :
· Belum ada tanda dan gejala karena potensial

Tujuan
· Individu mengenal faktor-faktor resiko
· Mengenal tindakan pencegahan/mengurangi faktor resiko infeksi
Menunjukan / mendemonstrasikan tehnik-tehnik untuk meningkatkan lingkungan yang aman

Rencana Keperawatan:

INTERVENSI
RASIONALISASI
INDEPENDENT
Catat faktor-faktor resiko untuk terjadinya infeksi.

Intubasi, penggunaan ventilator yang lama, kelemahan umum, malnutrisi merupakan faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya infeksi dan penyembuhan yang lama.
Observasi warna, bau, dan karakteristik sputum. Catat drainase disekitar daerah trakeostomy.
Kurangi faktor resiko infeksi nokosomial seperti; cuci tangan sebelum dan seseudah melaksanakan tindakan keperawatan. Pertahankan tehnik suction secara steril
Kuning / hijau, bau sputum yang purulen merupakan indikasi infeksi. Sputum yang kental dan sulit dikeluarkan menunjukan adanya dehidrasi. Faktor-faktor ini nampak sederhana, tetapi sangat penting sebagai pencegahan terjadinya infeksi nokosomial.
Bantu latihan napas dalam, batuk efektif dan ganti posisi secara berkala
Memaksimalkan ekspansi paru dan pengeluaran sekresi untuk mencegah ateletaksis dan akumulasi dan kekentalan sekret.
Auskultasi suara napas
Adanya ronchi atau wheezing menunjukan adanya sekresi yang tertahan, yang memerlukan ekspsktoran / suction.
Monitor / batasi kunjungan. Menghindari kontak dengan orang yang menderita infeksi saluran napas atas.
Individu dengan infeksi saluran napas atas, meningkatkan resiko berkembangnya infeksi.
Anjurkan pasien untuk membuang sputum dengan tepat seperti dengan tissue dan ganti balutan trakeostomy yang kotor.
Mengurangi penularan organisme melalui sekresi/sputum
Lakukan tehnik isolasi sesuai indikasi
Sesuai dengan diagnosa yang spesifik harus memperoleh perlindungan infeksi orang lain seperti TBC
Pertahankan hidrasi dan nutrisi yang adekuat. Berikan cairan 2500 cc sesuai toleransi cardiak.
Membantu meningkatkan daya tahan tubuh dari penyakit dan mengurangi resiko infeksi akibat sekresi yang stasis.
Bantu perawatan diri dan keterbatasan aktifitas sesuai toleransi. Bantu program latihan.
Menunjukan kemampuan secara umum dan kekuatan otot dan merangsang pengembalian sistem imun
KOLABORASI
Periksa sputum kultur sesuai indikasi
Mungkin dibutuhkan untuk mengidentifikasi patogen dan pemberian antimikroba yang sesuai
Berikan antibiotik sesuai indikasi
Satu atau beberapa agent diberikan tergantung dari sifat patogen dan infeksi yang terjadi.

Kurang pengetahuan sehubungan dengan misinterpretasi informasi, tidak mengenal sumber-sumber informasi, ketegangan akibat krisis situasional.

Tanda dan gejala :
· Bertanya tentang perawatan
· Meminta informasi
· Menolak mempelajari ketrampilan-ketrampilan baru
· Meningkatnya komplikasi yang dapat dicegah

Tujuan
· Partisipasi dalam proses belajar
Kriteria :
· Menunjukan peringatan interes yang ditunjukan isu verbal dan nonverbal.
· Menunjukan respon dalam proses belajar mengajar dengan banyak bertanya
· Mengerti tentang indikasi pemakaian ventilator
· Mendemonstrasikan pemasangan ventilator sesuai keperluan individu

Rencana Keperawatan:

INTERVENSI
RASIONAL
INDEPENDENT
Tentukan kemampuan dan kemauan belajar

Kondisi fisik dapat mempengaruhi kondisi belajar. Dengan kemauan yang kuat dapat mengatasi perasaan takut terhadap mesin dan mempunyai syarat--syarat dalam kemampuan untuk belajar dalam semua situasi.
Diskusikan tentang kondisi tertentu yang memerlukan ventilator, ukurannya, tujuan pengobatan jangka panjang atau jangka pendek.
Dengan diskusi dapat meningkatkan pengetahuan dasar pasien dan keluarga sehingga dapat membuat keputusan sesuai dengan informasi yang diberikan. Usaha ini dapat ditruskan dalam beberapa minggu. Bila tidak menggunakan ventilator dapat meningkatkan PCO2, dispnea, cemas, takikardia, berkeringat, sianosis.
Jelaskan tentang penggunaan respirator kepada pasien dan keluarga akibat pemakaian respirator dalam gaya hidup dan perubahan-perubahan kemauan dan ketidak- mauan untuk menggunakan respirator.
Kualitas hidup dapat dipengaruhi oleh pemakaian respirator, dimana perawat harus mengerti pemakaian vemtilator dalam waktu 24 jam.
Tingkatkan partisipasi perawatan mandiri dan sosialisasi.
Mengembalikan perhatian pada keadaan aktifitas normal, peningkatan daya tahan dan membantu kemandirian pasien.
Ulangi informasi yang diberikan ; pola dalam nutiri, makanan tambahan.
Mempertinggi penyembuhan dan kepercaya- an, kebutuhan individu pada pertemuan mendatang.
Rekomendasikan pada klien/keluarga tentang pelaksanaan resusitasi
Meningkatkan rasa aman tentang kemampuan untuk mengatasi keadaan emergency.
Buatlah jadwal untuk memberikan latihan bagi perawat yang akan melaksanakan perawatan respirator pada pasien di rumah.
Pendekatan secara tim digunakan untuk mengkoordinir perawat dan pasien serta memberikan pendidikan kesehatan sesuai kebutuhan pasien.
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Doengoes, M.E. Moorhouse, M.F. & Geissler A.C (1984), Nursing Care Plans - Guidelines for Planning Patient Care (2nd Ed.) Philladelphia : Davis Co.

Potter, P.A., & Perry, A.G. (1993), Fundamental of Nursing; Concept, Proces, and Practice (3 rd Ed.). St. Louis : Mosby Year Book.

Luckman, Sorensen, (1992), Medical Surgical Nursing; a Psychophysiologic Aproach, ( 3 rd Ed). Philadelphia: W.B. Saunders Company.